Urgensi pendidikan politik melalui internet sebagai new media
Saat ini, internet merupakan bagian penting dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di Indonesia. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat hingga akhir tahun 2012 pengguna internet di Indonesia mencapai 63 juta pengguna, dari jumlah penduduk indonesia sebanyak 260 juta jiwa penduduk Indonesia, atau 24,23% dari jumlah penduduk Indonesia. Angka tersebut meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya, yang hanya 55 juta pengguna [1].
Meningkatnya jumlah pengguna internet di Indonesia, tidak terlepas dari berbagai macam kemudahan yang dirasakan oleh pengguna ketika menggunakannya, seperti kemudahan untuk mencari dan mendapatkan informasi yang bisa dilakukan dimana pun dan kapan pun. Internet telah menjadikan dunia tanpa batas ruang dan waktu, bahkan internet telah menjelma menjadi "new media". Penggunaan istilah new media adalah untuk membedakan dari media lama atau konvensional seperti radio, koran dan televisi.
Sebagai New Media, Internet memiliki keunggulan jika dibanding dengan media konvensional yaitu lebih interaktif dan komunikatif. Keunggulan tersebut menjadi salah satu alasan internet digunakan dalam dunia politik, khususnya untuk kegiatan kampanye, bahkan menjadi prioritas jika dibandingkan dengan media konvensional. Widodo Agus Setianto, dalam penelitiannya menyatakan bahwa keberadaan internet dalam dunia perpolitikan Indonesia tidak dapat dihindari. Bahkan seiring dengan waktu, keberadaan media seperti televisi dan koran hanya sebagai pelengkap dalam hal pemenuhan kebutuhan informasi.
Selain untuk kampanye, di Indonesia, Internet juga menjadi instrumen yang efektif untuk menyebarluaskan persoalan politik. Namun sayangnya persoalan politik yang berkembang dan disebarluaskan melalui internet adalah persoalan politik kontemporer yang dapat berkembang menjadi gegar politik, seperti berita tentang bank century, korupsi yang melibatkan anggota DPR dan kepala daerah, dan kasus korupsi pembangunan wisma Atlet Sea Game di Palembang yang menyeret salah satu petinggi partai politik di Indonesia.
Ketika persoalan politik kontemporer yang dapat berkembang menjadi gegar politik yang lebih mendominasi di internet, menurut Widodo Agus Setianto, hal tersebut dapat mempengaruhi pandangan kaum muda dan masyarakat terhadap perkembangan politik di Indonesia, bahwa ada kecenderungan sikap bosan, muak dan sikap sebel terhadap isu-isu politik yang berkembang di Indonesia. Sehingga sikap skeptis (ragu-ragu) timbul dikalangan kaum muda Indonesia. Jika kondisi tersebut semakin berkembang secara masif dan terus menurus, tidak menutup kemungkinan akan terjadi krisis kepercayaan terhadap tokoh politik Indonesia. Oleh karena itu, isu politik yang berkembang disebarluaskan melalui internet perlu diimbangi dengan informasi yang memberikan pendidikan politik kepada kaum muda dan masyarakat indonesia pada umumnya.
Internet Sebagai New Media
Sebelum terlalu jauh membahas masalah internet sebagai media baru pendidikan politik, terlebih dahulu perlu dijelaskan tentang sejarah singkat internet dan pengertiannya. Internet, pertama kali dirintis pada tahun 1960-an sebagai proyek dari Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Proyek tersebut diberi nama ARPANET yang bertujuan untuk meneliti bagaimana membangun sebuah jaringan yang masih dapat bertahan meski sebagian elemennya terkena serang militer. Selanjutnya pada tahun 1990-an pemerintah mulai mengkomersialkan penggunaan internet untuk umum. Pada saat itu internet mulai berkembang sangat pesat [3].
Di Indonesia internet mulai masuk sekitar tahun 1994, hal ini ditandai dengan adanya perusahaan Internet Service Provider (ISP) pertama di Indonesia yaitu PT Indo Internet. Namun dalam rentang tahun 1994 s.d. 2000, sebagian masyarakat umum masih belum mengetahui informasi tentang internet. Pada saat itu internet hanya digunakan oleh kalangan pebisnis dan intelektual.
Internet merupakan akronim dari kata "interconnection networking" yang mempunyai arti hubungan komputer dengan berbagai tipe yang membutuhkan sistem jaringan yang mencangkup seluruh dunia dengan melalui jaringan telekomunikasi seperti telepon, dan satelit. Internet memiliki karakteristik seperti (1) tidak memerlukan jeda waktu untuk melakukan komunikasi jarak jauh; (2) memiliki pengaruh timbal balik antara komunikator dengan komunikan untuk saling mengontrol waktu dan isi pesan, sehingga internet memungkinkan seseorang memilih sendiri apa yang ingin mereka konsumsi, dan kapan mereka ingin mengkonsumsinya; (3) masalah privasi, penyebaran informasi melalui internet bisa diatur sesuai dengan tingkat kerahasiaannya. Apabila informasi itu bersifat rahasia, maka informasi tersebut tidak perlu dipublikasi, dan jika informasi itu bersifat umum maka informasi tersebut bisa dipublikasikan.
Namun internet dalam konteks new media memiliki definisi sebagai berikut : jaringan infrastruktur teknologi yang saling berhubungan untuk mendukung Word Wide Web; 2) situs-situs resmi yang berhubungan dalam web; 3) arsitektur dan software baik yang bersumber terbuka maupun yang tertutup, seperti firefox, wikipedia, internet explorer, google;4) komputer dan bahasa sehari-hari yang membuat internet dapat diakses oleh orang dari berbagai budaya dan literasi; 5) Email, chat, instan messaging; 6) blog dan situs jejaring sosial;7) games, komunitas dan lingkungan dunia; 8) berbagai cara komunikasi yang dimediasi secara digital yang telah meluas dalam kehidupan sehari-hari (Green:2010) [4].
Istilah internet sebagai new media, pertama kali diungkapkan oleh Owen. Istilah tersebut disampaikannya ketika dia menyebutkan situs resmi gedung putih yang dapat terwujud karena adanya internet.
"The new media environment and the rise of the Internet have had important implications for presidential communication. As the first chief executives of the new media era, President Bill Clinton and George Bush have established an online presence through the White house Website, www. whitehouse.gov"[5].
Jika melihat dari karakteristik internet tersebut, yang memiliki kelebihan jangkauan yang luas, cepat dalam menyebar luaskan informasi, dan tingkat interaktivitas yang tinggi. Maka tak heran jika internet disebut sebagai "New Media" yang efektif. Karena internet tidak hanya mampu menjadikan jarak komunikasi seseorang lebih dekat, tetapi internet juga bisa memfasilitasi penyebaran informasi yang lebih bervariasi, lebih cepat dan lebih luas, bahkan dengan biaya yang lebih murah.
Internet dan Politik
Menurut Situmorang politik merupakan bidang yang membutuhkan publisitas, sehingga partai dan tokoh politik butuh media yang bisa digunakan untuk mempromosikan partai dan tokoh politiknya. Internet sebagai "New Media"yang lebih interaktif menjadi pilihan prioritas. Mengingat penggunaan media oleh partai dan tokoh politik yang dikenal dengan istilah komunikasi politik bertujuan untuk mendapatkan dukungan pada saat pemilihan umum atau juga diluar pemilihan umum.
Adapun salah satu new media yang sering digunakan oleh partai dan tokoh politik dalam melakukan promosi adalah situs jejaring sosial. Situs jejaring sosial atau media sosial menjadi media yang sangat efektif dalam melakukan promosi. Hal tersebut dapat dilihat dari kemenangan Bapak Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta dan kemenangan Barack Obama menjadi presiden Amerika Serikat, sebagaimana yang dituliskan oleh Jarvis (2010;1) bahwa situs untuk kampanye Obama mengorganisasi lebih dari seratus lima puluh ribu kegiatan, dan menciptakan lebih dari tiga puluh lima ribu kelompok, memiliki lebih dari 1,5 juta akun dan mendapat lebih dari USD 600 Juta [7].
Pendidikan Politik
Pendidikan Politik berasal dari kata pendidikan dan politik. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia dalam upaya pengajaran dan pelatihan [8]. Seseorang dikatakan berpendidikan jika ada perubahan sikap dan tata laku kearah yang lebih baik, dari hal yang tidak di mengerti menjadi mengerti, dari hal tidak tahu menjadi tahu. Perubahan kearah yang lebih baik tersebut didapat melalui proses pengajaran dan pelatihan, oleh karena itu hakekat dari pendidikan adalah "the acquisition of knowledge”.
Sedangkan, Politik berasal dari bahasa Yunani yaitu "polis" yang artinya kota atau negara, selanjutnya muncullah kata "polities" yang artinya warga negara dan istilah "politiko’s" yang artinya kewarganegaraan. Secara istilah, politik adalah seni tentang kenegaraan yang dijabarkan dalam praktik dilapangan, sehingga dapat dijelaskan tentang bagaimana antar manusia yang tinggal di suatu tempat yangh meskipun memiliki perbedaan pendapat dan kepentingan, tetap mengakui adanya kepentingan bersama untuk mencapai cita-cita dan tujuan bersama [9].
Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia, pendidikan politik adalah aktifitas yang bertujuan untuk membentuk dan menumbuhkan orientasi-orientasi politik pada individu yang meliputi keyakinan konsep yang memiliki muatan politis, loyalitas dan perasaan politis, serta pengetahuan dan wawasan politis yang menyebabkan seseorang memiliki kesadaran terhadap persoalan dan sikap politik. Perkembangan yang menunjukan kearah yang lebih baik pada sistem perpolitikan di suatu daerah atau negara dapat dilihat dari partisipasi politik, kepribadian politik, dan kesadaran politik yang terbentuk pada masyarakat. Hal ini senada dengan apa yang dinyatakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia bahwa pendidikan politik memiliki tujuan untuk membentuk kepribadian, kesadaran, dan partisipasi politik.
Di Indonesia, jika ditinjau dari Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 Tentang Partai Politik, Pasal 11, Ayat 1 menyatakan bahwa "Partai Politik Berfungsi sebagai sarana pendidikan politik bagi masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajiban dalam kehidupan bermasyarakat". Seharusnya setiap partai politik memberikan pendidikan politik kepada masyarakat luas. Namun pada kenyataannya, jika dilihat dari hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusi pada empat tempat penelitian seperti provinsi Papua, Jawa Timur, dan Sumatera Utara, Kalimantan Barat, menunjukan bahwa pendidikan politik di Indonesia yang dilakukan oleh partai politik belum sepenuhnya dilakukan oleh partai politik [10].
Jika dilihat dari pengertian di atas, sangat jelas bahwa pendidikan politik bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarkat tentang tujuan politik yaitu untuk mencapai dan mewujudkan kepentingan bersama bukan kepentingan pribadi atau golongan, walaupun pada prakteknya terkadang tidak sesuai dengan teorinya. Hal ini dapat dilihat dari isu-isu politik kontemporer yang berkembang di masyarakat yang menimbulkan geger politik seperti kasus korupsi yang menyeret anggota DPR dan kepala daerah dan petinggi partai politik. Dari beberapa kasus di atas dapat dilihat bahwa politik menjadi alat untuk mencapai tujuan dan kepentingan pribadi dan golongan.
Isu-isu politik yang dapat menimbulkan geger politik tersebut, jika secara terus-menerus disebarluaskan melalui internet sebagai "new media" tanpa diimbangi dengan informasi yang memberikan pendidikan politik, maka hal tersebut akan mempengaruhi kesadaran, partisipasi dan kepribadian politik masyarakat.
Oleh karena itu, untuk mengimbangi persoalan politik kontemporer yang disebarluaskan melalui internet sehingga berkembang menjadi geger politik di masyarakat, maka dirasa sangat perlu pendidikan politik yang dikemas secara kreatif kemudian disebarluaskan melalui internet.
Kesimpulan
Pendidikan Politik dengan menggunakan "new media" seperti internet sangat urgen untuk dilakukan guna mengimbangi banyak informasi yang beredar di internet terkait persoalan politik kontemporer yang dapat menyebabkan geger politik.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
[1] Indriaswati D. Saptaningrum, “ tata kelolah internet yang berbasis HAM: studi tentang permasalahan umum tata kelolah internet dan dampaknya terhadap perlindungan HAM” Lembaga Studi dan advokasi masyarakat, 2013, hlm. 2
[2] Setianto, Widodo Agus, Penerimaan Khalayak Terhadap Berita-Berita Politik Di Internet, Jurnal Penelitian Iptek-Kom, No. 1, Vol. 14, Juni 2012. Hlm. 65-67
[3] Putu Laxman Pendit, Perpustakaan Digital: prespektif perguruan tinggi Indonesia, Jakarta: sagung Seto, 2007, hlm 137-138.
[4] Mudjiyanto, Bambang, Literasi Internet Dan Partisipasi Politik Masyarakat Pemilih Dalam Aktifitas Pemanfaatan Media Baru, Jurnal Studi Komunikasi Dan Media, No. 1, vol. 16, Januari-Juni 2012. Hlm. 4-6
[5] Situmorang, James R., Pemanafaatan Internet Sebagai New Media Dalam Bidang Politik, Bisnis, Pendidikan Dan Sosial Budaya, Jurnal administrasi bisnis, (Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Bisnis) No. 1, Vol. 8 Maret 2012. Hlm. 75-76
[6] Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual: Konsep Dan Aplikasi, Bandung: refika Aditama, 2010, hlm. 111-113
[7] Situmorang, James R., Pemanafaatan Internet Sebagai New Media Dalam Bidang Politik, Bisnis, Pendidikan Dan Sosial Budaya, Jurnal administrasi bisnis, (Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Bisnis) No. 1, Vol. 8 Maret 2012. Hlm. 75-76
[8] Lihat pengertia pendidikan dalam Badan Penelitian dan Pengembangan HAM, Peran Partai Politik Dalam Meberikan Pendidikan Politik Bagi Masyarakat, Jakarta: Pohon Cahaya, 2011, hlm 47-49
[9] Badan Penelitian dan Pengembangan HAM, Peran Partai Politik Dalam Meberikan Pendidikan Politik Bagi Masyarakat, Jakarta: Pohon Cahaya, 2011 hlm 47-48
[10] Badan Penelitian dan Pengembangan HAM, Peran Partai Politik Dalam Meberikan Pendidikan Politik Bagi Masyarakat, Jakarta: Pohon Cahaya, 2011 hlm 219
Posting Komentar untuk "Urgensi pendidikan politik melalui internet sebagai new media"