Cara merawat kebhinekaan di era digital

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah merubah wajah dunia. Salah satunya adalah Internet, dengan didukung teknologi canggih seperti smartphone, Chipset dan bahas pemprograman, internet mampu menjadikan dunia seakan-akan berada didalam genggaman. Orang dari berbagai belahan bumi yang jauh bisa bertatap muka tanpa harus datang berkunjung terlebih dahulu. Bahkan untuk melakukan transaksi pembayaran tagihan listrik, telepon dan melakukan trasfer, sekarang bisa dilakukan melalui smartphone yang terhubung dengan jaringan internet dan didukung oleh aplikasi. Selain itu, kita juga bisa berinteraksi dan mengetahui aktivitas harian orang lain hanya dengan melalui internet seperti media sosial.

Berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia pada tahun 2016, di Indonesia pengaksesan internet untuk media sosial mencapai 129,2 juta pengguna. Penggunaan media sosial yang populer di Indonesia salah satunya adalah facebook. Pada kuartal kedua tahun 2016, pengguna facebook mencapai 88 juta pengguna. Hal tersebut menujukan tingginya antusiasme masyarakat indonesia terhadap media sosial.

Fenomena di atas bukanlah hal yang baru, bahkan anak usia sekolah dasar sampai dengan anak usia sekolah menegah atas, telah memiliki akun media sosial seperti facebook tersebut. Selain itu, fenomena pemanfaatan media sosial tersebut telah merambah aspek politik, budaya dan ekonomi. Dalam aspek politik, media sosial menjadi media personal branding yang efektif bagi tokoh politik untuk berkampaye guna mendulang banyak suara rakyat. Hal tersebut telah dibutikan dengan terpilihnya Barack Obama sebagai presiden Amerika Serikat ke 44 pada pemilihan presiden tahun 2008. Dimana pemanfaatan media sosial dimaksimalkan oleh tim kampanyenya sebagai media personal brandingnya. Virus tersebut kemudian mulai menjamur di Indonesia dan sampai sekarang media sosial masih menjadi media personal branding tokoh politik ketika mencalonkan diri menjadi pemimpin dinegeri ini.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir ini, pemanfaatan media sosial juga efektif untuk menyebarkan kontent intoleransi. Seperti isu sara, provokatif, hoax dan yang penuh kebencian. Kontent tersebut di create dan share di dinding media sosial secara masif dan terorganisir seperti pada kasus saracen. Terbongkarnya kasus tersebut, diharapkan mampu membuka mata para pengguna media sosial, bahwa tak ada jamian untuk sebuah kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan untuk sebuah informasi di media sosial, sehingga perlu dilakukan klarifikasi atau tabayyun.

Banyaknya konten intolerasi yang ada di media sosial tersebut, dikhawatirkan dapat mengancam kebhinekaan bangsa ini, dan pada akhirnya dapat mengakibatkan hancurnya persatuan dan kesatuan bangsa yang telah dirintis oleh para pahlawan dengan tumpah darahnya. Oleh karena itu, perlu upaya penyeimbang derasnya arus informasi yang berbau intolerasi di media sosial. terkait dengan hal tersebut, ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Pertama, kita perlu meng-create konten positif. Kedua, tidak men-share content negatif di dinding media sosial, sehingga penyebar-luasan konten negatif dapat diminimalisir.Dengan cara demikian, kita telah ikut serta merawat, menjaga kebhinekaan dan persatuan dan kesatuan bangsa ini, serta mengisi kemerdekaan dengan hal yang positif. Dengan demikian kita telah membuktikan bahwa merawat dan mengisi kemerdekaan itu bukanlah hal yang sulit.

Posting Komentar untuk "Cara merawat kebhinekaan di era digital"