Internalisasi nilai kearifan lokal Maras Taun sebagai modal sosial Masyarakat Pulau Belitong
Istilah kearifan lokal berasal dari kata “arif” yang mendapat imbuhan “ke” dan akhiran “an” sehingga menjadi kearifan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring “arif” berarti bijaksana, cerdik atau pandai, setelah mendapat imbuhan “ke” dan akhiran “an” menjadi kebijaksanaan, kecendekiaan dan kepandaian [1]. Sedangkan kata lokal pada istilah kearifan lokal adalah kata sifat yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring memiliki arti setempat, di satu tempat atau tidak merata [2]. Jadi secara sederhana kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau kecendekian yang ada pada satu tempat tertentu. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat antara lain untuk melindungi dan mengolah lingkungan hidup secara lestari [3]. Sedangkan menurut Yunus, (2014) kearifan lokal merupakan budaya yang dimiliki oleh masyarakat tertentu dan di tempat-tempat tertentu yang dianggap mampu bertahan dalam menghadapai arus globalisasi, karena kearifan lokal tersebut mengandung nilai-nilai yang dapat diinternaliasikan dan dijadikan sebagai sarana pembanguna karakter bangsa.
Menurut Kluckhohn dalam Koentjaraningrat, (2009) nilai dalam budaya mengandung lima masalah dasar dalam kehidupan manusia yaitu (1) hakikat dari hidup manusia; (2) hakikat dari karya manusia;(3) hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang dan waktu; (4) hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitar; dan (5) hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya. Dengan kata lain menurut Aminah Aziz nilai budaya merupakan kristalisasi dari lima masalah dasar dalam kehidupan manusia tersebut [4]. Sedangkan menurut Nodel dalam Yunus, (2014) menyatakan bahwa pada dasaranya nilai-nilai budaya terdiri dari; nilai yang menentukan identitas sesuatu, nilai ekonomi yang berupa utilitas atau kegunaan; nilai agama yang berbentuk kedudukan; nilai seni yang menjelaskan keekspresian, nilai kuasa atau politik, nilai solidaritas yang menjelma menjadi cinta, persahabatan, gotong royong dan lain-lain. Nilai-nilai tersebutlah yang memiliki potensi untuk dikembangkan dan dioptimalkan menjadi modal sosial yang bermanfaat untuk pembangunan daerah. Menurut Abu Hamid penerapan kearifan lokal dalam modal sosial adalah menggali dan memanfaatkan untuk melindungi masyarakat miskin dan bermasalah, membangun kesertaan masyarakat dalam organisasi sosial, mengendalikan konflik dan kekerasan, memelihara sumber daya alam dan sosial [5].
Selain kaya akan sumber daya alam, masyarakat Pulau Belitong juga memiliki banyak kearifan lokal yang menjadi ciri khas dari masyarakat setempat. Kearifan lokal tersebut juga memiliki nilai-nilai yang dapat diinternalisasi sebagai modal sosial masyarakat Pulau Belitong. Adapun salah satu kearifan lokal masyarakat Pulau Belitong yang terkenal adalah Maras Taun.
Maras Taun adalah sebuah tradisi yang diselenggarakan setiap tahun di desa atau kampung di Pulau Belitong (baik barat maupun timur). Dalam situs resmi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Belitung Timur menjelaskan bahwa kata maras taun terdiri dari kata “maras” yang artinya memendekkan (membuat jadi pendek) atau memotong, dan “taun” (tahun). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wildan dan kawan-kawan (2019) menyatakan bahwa maras taun adalah salah satu tradisi yang dilaksanakan secara turun-temurun oleh masyarakat Pulauan Belitong. Maras taun merupakan upacara syukuran atas limpahan rezeki dari hasil panen para petani padi ladang dengan cara sedekah pada kekuatan alam Ketika masyarakat masih menganut kepercayaan animisme, namun setelah islam masuk maka ucapan syukur tersebut ditunjukan kepada Allah SWT. Namun seiring perkembangannya, maras taun menjadi salah satau tradisi yang dipercaya sebagai upacara pembersihan desa dari segala macam bencana. Maras taun memilik aturan-aturan khusus sehingga pada pelaksanaannya tidak dilakukan secara sembarangan dan harus melalui musyawarah dan kesepakatan lembaga adat dengan pihak pemerintahan sehingga bersifat resmi. Dalam rangkaian kegiatan maras taun ada berapa tahapan yang dilakukan seperti;
Tahapan Persipan
Pada tahanan ini dilakukan musyawarah untuk menentukan hari pelaksanaan maras taun, musyawarah pembentukan panitia, mencari dan mengumpulkan kayu dihutan untuk keperluan kayu bakar, pembuat panggung dan bangsal dapur. Kegiatan mencari dan mengumpulkan kayu dihutan dilakukan masyarakat atas restu dan arahan dukun kampung. Kemudian setelah kayu terkumpul, kegiatan selanjutnya adalah membuat panggung dan bangsal dapur untuk memasak. Pada tahapan ini juga dilakukan kegiatan pengumpulan dana dari masyarakat yang sesuai kesepakatan untuk kegiatan maras taun.
Tahapan Pelaksanaan
Pada tahan ini, kegiatan yang dilakukan adalah pembacaan doa selamat oleh dukun kampung sebagai tetua adat, dan ritual pembersihan kampung dengan cara menyiramkan air yang sudah didoakan ke perbatasan kampung, dan pada tahapan ini juga dilakukan kegiatan makan bersama secara tradisional atau sering disebut makan bedulang, dan menampilkan pertunjukan kesenian Belitung seperti teater dulmuluk dan stambul fajar.
Tahapan Penutup
Acara ditutup dengan sama-sama mengucapkan hamdallah, dan kemudian bahan-bahan yang telah didoakan oleh dukun kampung seperti tepung dan air dibagikan ke masyarakat untuk di taburkan perkarangan rumah warga masing-masing.
Tahapan Pembersihan
Pada tahapan ini panitia yang dibantu oleh masyarakat setempat melakukan kegiatan pembersihan, seperti pembongkaran panggung, bangsalan tempat memasak. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wildan dan kawan-kawan pada tahun 2019, menjelaskan bahwa dalam rangkaian upacara maras taun tersebut terdapat nilai-nilai sebagai berikut: Pertama, Nilai Religius, Nilai ini tergambarkan dari tujuan pelaksanaan maras taun sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT; kedua, nilai sfwo kuosial - Nilai ini tergambar dari sikap tolong-menolong, gotong royong masyarakat setempat didalam mencari dan menebang kayu di hutan, membuat panggung dan bangsal dapur. Selain itu, maras taun juga menjadi ajang silaturahmi antara sesama masyarakat desa setempat. Nilai sosial yang ada pada acara maras taun juga dapat dilihat dari kesediaan masyarakat untuk menyumbangkan hartanya guna mensukseskan acara tersebut; ketiga, Nilai Seni - Nilai ini tergambarkan dari adanya pertunjukan seni tradisional Belitung dalam acara maras taun tersebut seperti pertunjukan dulmuluk, beripat, dan stambul fajar.
Menurut hemat penulis, nilai-nilai yang terdapat dalam maras taun tersebut perlu di internalisasi kan sebagai modal sosial bagi masyarakat Pulau Belitung khususnya dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Umumnya.
___________________________________________________________________
[1] https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kearifan
[2] https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/lokal
[3] https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38771/uu-no-32-tahun-2009
[4] http://www.iainpare.ac.id/opini-perspektif-nilai-nilai-budaya-lokal-dan-hubungannya-dengan-agama/
[5] https://media.neliti.com/media/publications/103815-potensi-modal-sosial-pada-budaya-lokal-d-d11daee1.pdf
Posting Komentar untuk "Internalisasi nilai kearifan lokal Maras Taun sebagai modal sosial Masyarakat Pulau Belitong"