Antara Buku dengan Algoritma

Refleksi Seorang Pustakawan di Era Digital

"Di antara rak-rak penuh cerita dan deretan kode yang sunyi, aku berdiri: seorang penjaga literasi yang kini belajar bicara dalam bahasa mesin."



Teknologi informasi dan komunikasi seolah-olah menjadikan buku dan algoritma terlihat seperti dua dunia yang berbeda. Jika buku sarat akan makna dan nostalgia, sedangkan algoritma dingin dan matematis. Apakah semua itu benar? Mungkin masing-masing dari kita akan memiliki jawaban yang berbeda, karena pengetahuan dan pemahaman kita tentang keduanya juga berbeda, bahkan sudut padang kita melihat kedua hal tersebut, juga mungkin berbeda. Dalam tulisan ini, lebih kepada sudut pandang saya sebagai seorang pustakawan.

Sebagai seorang pustakawan yang hampir satu dekade bekerja di Perpustakaan Perguruan Tinggi, yang sudah melewati berbagai macam situasi, dan  juga tumbuh-kembang didunia kepustakawanan yang jauh dari kata “mapan”, saya melihat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tidak hanya dari sudut pandang ancaman saja, namun ada peluang yang harus dimaksimalkan, apalagi ditengah ketidak mapanan tersebut. Oleh karena itu, saya melihat antara buku dan algoritna bukanlah lawan, keduanya tidak saling bertentangan, melainkan mitra. Jika buku adalah jendela pengetahuan, maka algoritma adalah alat bantu baru untuk membuka jendela itu lebih lebar. Keduanya bisa bekerja sama membentuk ekosistem literasi yang lebih inklusif dan efisien.

Dari Katalog Fisik ke Sistem Cerdas

Bagi pengguna perpustakaan dibawah tahun 1990-an (Walaupun saat ini dibeberapa perpustakaan yang jauh dari pusat peradaban masih ditemukan penggunaan katalog kartu), mungkin masih jelas dalam ingatan mereka, bagimana pengguna perpustakaan mencari buku melalui katalog kartu sebelum Online Publik Acces Catalogue digunakan di perpustakaan, membuka laci demi laci kecil, demi menemukan satu judul. Sekarang,  hanya melalui beberapa klik, katalog online mampu menampilkan ratusan referensi serupa yang dilengkapi sinopsis, lokasi rak, bahkan saran bacaan berikutnya.

Semua itu dimungkinkan karena adanya algoritma pencarian dan sistem informasi perpustakaan yang setiap tahunnya semakin berkembang. Bahkan di balik perkembangan sistem informasi perpustakaan tersebut, ada proses yang melibatkan:

  • Metadata: Deskripsi data yang memungkinkan mesin memahami isi buku.
  • Sistem rekomendasi berbasis AI: Algoritma yang menyarankan buku berdasarkan riwayat pembaca lain.
  • Pencocokan semantik: Pencarian tidak lagi terbatas pada judul atau pengarang, tapi juga makna kata dan konteks.

Jika dulu kita hanya bisa menemukan apa yang sudah kita ketahui untuk dicari. Kini, sistem bisa mengenalkan kita pada hal-hal baru yang belum pernah kita ketahui sebelumnya, selama masih dalam topik yang sama, bahkan mungkin dalam topik yang berbedapun.

Algoritma yang Membaca Manusia

Jika manusia membaca buku untuk memahami dunia, algoritma justru ‘membaca’ manusia lewat data. Di era teknologi informasi dan komunikasi seperti sekarang, data menjadi mahal dan berharga, menguasai data berarti menguasai pasar, karena dengan data, robot dan system informasi bisa menjadi pintar. Riwayat pencarian, lama waktu membaca, hingga interaksi di platform digital dianalisis untuk memahami preferensi dan perilaku pengguna.

Namun, di sinilah tantangannya. Algoritma bekerja berdasarkan pola dan statistik. Ia tidak tahu bahwa kadang, manusia membaca bukan karena suka, tetapi karena ingin tahu, sedang riset, atau bahkan hanya karena iseng.

Sebagai pustakawan, saya merasa penting untuk menjaga agar kurasi informasi tidak sepenuhnya diserahkan pada sistem. Oleh karena itu, beberapa hal yang perlu dilakukan seperti;

  • Menghindari filter bubble, di mana pembaca hanya disajikan konten serupa (hal ini penah saya tulis, dan dimuat di koran harian lokal).
  • Menjaga keragaman informasi, termasuk bacaan minoritas yang jarang dicari.
  • Menjadi pengkritik algoritma, bukan sekadar pengguna pasif.

Teknologi boleh membantu, tapi sentuhan manusia tetap dibutuhkan untuk menjaga makna.

Peran Pustakawan di Era AI

Kehadiran dan Perkembangan AI (Artificial intelligence) telah menyita banyak perhatian dari para ilmuan di berbagai belahan dunia. Bagimana tidak, AI dengan sengala kontroversinya telah menebar ancaman nyata bagi banyak profesi. World Economic Forum (WEF) – Future of Jobs Report dalam laporanya telah membahasa bagaimana kehadiran AI akan mempengaruhi berbagaimacam profesi.Bahkan Michael Stephens secara spesifik mengatakan bahwa

“The librarian of the future is not a custodian of books, but a guide through a sea of algorithmic information”. 

Bahwa akan ada perubahan terhadap peran pustakawan di era AI, dimana pustakawan bukan lagi penjaga buku tetapi pemandu ditengah lautan informasi.  Maka Ketika banyak orang bertanya apakah pustakawan akan tergantikan oleh AI, secara tegas saya mengatakan bahwa hadirnya AI justru akan mentrasformasi peran pustakawan. Dimana ketika Dunia sudah dipenuhi informasi, tetapi tidak semua informasi itu benar, bermanfaat, atau sesuai kebutuhan, maka akan sangat dibutuhkan peran pustakawan dalam melakukan;

  • Kurator informasi: Memilah dari yang penting, bermanfaat, dan valid.
  • Pendidik literasi digital: Mengajari cara memilah informasi di tengah banjir data.

  • Penjaga etika informasi: Memastikan sumber yang digunakan bertanggung jawab dan tidak bias.

Dan pada akhirnya, peran Pustakawan sebagai penjaga buku, yang selama ini sudah melekat, secara perlahan akan mulai tergerus dan tergantikan menjadi navigator pengetahuan.

Buku Tetap Bernapas di Dunia Digital

Dengan sengala macam kondisi dan persoalnnya, saya selalu menyakini, bahwa selama manusia masih membaca untuk mendapatkan pengetahuan dan pemahaman, buku akan terus hidup. Namun, buku akan mengalami berbagai macam trasformasi sesuai zamannya, entah nantinya dalam bentuk cetak, digital, ataupun audio, bahkan kemungkinan nantinya buku akan lebih interaktif. Dan diantara banyaknya buku, dengan algoritma, pustakawan akan selalu punya tempat. Bukan hanya sebagai penyedia akses, tapi juga sebagai pemandu dalam perjalanan intelektual setiap pembaca.

Posting Komentar untuk " Antara Buku dengan Algoritma"